Powered By Blogger

Rabu, 06 Mei 2009

Tiga Guru Besar Baru Dikukuhkan


Kamis (26/02), tiga guru besar Unesa dikukuhkan. Mereka adalah Prof. Dr. dr. Tjandrakirana, M.S., Sp.And. yang terhitung menjadi guru besar sejak 30 April 2005; Prof. Dr. Kisyani Laksono yang terhitung menjadi guru besar sejak 1 April 2007; dan Prof. Dr. Budi Jatmiko, M.Pd. yang terhitung menjadi guru besar sejak 1 Oktober 2007. Di Gedung Serbaguna Kampus Ketintang, tiga guru besar tersebut dikukuhkan. Dalam prosesi pengukuhan itu, mereka menyampaikan orasi ilmiahnya.

Guru dan Pendidikan Seks
Prof. Dr. dr. Tjandrakirana, M.S., Sp.And. menyampaikan pidato pengukuhannya yang berjudul “Pendidikan Seksual Dini secara Terintegrasi dan Peran Guru”. Menurutnya, salah satu pendidikan yang memberikan bekal jangka panjang kepada siswa dalam kehidupannya adalah pendidikan seks. Pemahaman yang benar terhadap pendidikan seks akan membimbing siswa dalam pembentukan keluarga yang sehat dan pembentukan moral yang tangguh terhadap pelanggaran hukum dan agama. Selama ini, pendidikan seks di Indonesia tidak diberikan secara formal di sekolah karena masalah seks dianggap tabu untuk dibicarakan. Akibatnya saat ini banyak kenakalan remaja yang disebabkan oleh pendidikan seks yang salah. Anak-anak sering mendapatkan informasi yang salah tentang pendidikan seks.

Pendidikan seks secara formal di sekolah dapat memberikan informasi yang benar tentang pendidikan seksual secara dini dan benar. Dengan cara ini guru dapat mengurangi dampak negatif ‘buta pemahaman’ tentang seks pada siswa. Guru sebagai penyampai pesan tentang pendidikan seksual dapat melaksanakan tugasnya dengan mengintegrasikan pendidikan seksual dengan mata pelajaran yang dibinanya, seperti IPA di sekolah dasar dan SMP, serta Biologi di SMA.

Pendidikan seks tepat dikaitkan dengan kesehatan reproduksi yang dapat disampaikan oleh guru agama dan pendidikan moral, guru olahraga dan kesehatan, guru bioteknologi dan teknologi reproduksi atau melalui IPA terpadu, pelajaran ilmu alamiah dasar dan sebagainya. Pendidikan seks harus diberikan secara terencana sesuai dengan keadaan dan kebutuhan siswa dengan memasukkannya dalam rencana pembelajaran.

Bahasa Daerah di Tengah Peradaban Modern
Prof. Dr. Kisyani Laksono menyampaikan orasi ilmiahnya yang berjudul “Bahasa Daerah di Indonesia Meretas Jalan untuk Bertahan Hidup dan/atau Berkembang”. Menurut Summer Institute of Linguistics/ SIL (2006), Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah bahasa daerah terbanyak kedua di dunia, yakni sebanyak 741 bahasa. Posisi pertama diduduki oleh Papua New Guinea yang memiliki bahasa daerah sebanyak 820 bahasa.

Bahasa daerah di Indonesia terancam punah karena ditinggalkan penuturnya sebagai akibat globalisasi dan perkembangan teknologi.Bahasa daerah memang telah mengalami berbagai perubahan akibat perkembangan teknologi informasi yang mampu menembus batas-batas ruang. Perkembangan tataan baru kehidupan dunia dan teknologi informasi yang semakin sarat dengan tuntutan dan tantangan globalisasi telah mengondisikan dan menempatkan bahasa asing pada posisi strategis yang memungkinkan memasuki berbagai sendi kehidupan bangsa memengaruhi perkembangan bahasa daerah dengan mendesak dan memudarkannya.

Komposisi jumlah penduduk merupakan hal yang menentukan kelestarian bahasa daerah. Jumlah penutur yang banyak membuat bahasa daerah mampu bertahan hidup dan berkembang. Sementara itu, bahasa yang bertahan hidup atau sangat kritis ialah bahasa ibu. Pemeliharaan bahasa ibu dapat diwujudkan dengan pengembangan bahasa tersebut agar mampu memenuhi tuntutan masyarakat pendukungnya dengan cara memekarkan kosakata dan kodifikasi berupa penyusunan pedoman ejaan, kamus, dan tata bahasa. Bahasa yang termasuk berkembang adalah bahasa Jawa.

Di tengah peradaban modern ini peretasan jalan bagi bahasa daerah untuk bertahan hidup dan/atau berkembang dapat dilakukan dengan cara (1) melakukan pendokumentasian, (2) melakukan pembiasaan dalam berbicara dan menulis, (3) melakukan kreativitas dalam penggunaan bahasa, (4) melakukan penyerapan kosakata bahasa lain, (5) menyumbangkan kosakata bahasa daerah, (6) dan melakukan penyusunan modul bahasa daerah. Masa Depan

Kurikulum Sains-Fisika
Prof. Dr. Budi Jatmiko, M.Pd. menyampaikan pidato pengukuhannya yang berjudul “Kurikulum Sains-Fisika Masa Depan”. Menurutnya, secara substansi kurikulum sains-fisika hendaknya mencakup empat unsur sains, yaitu sikap, produk, proses, dan aplikasi yang disusun dan diimplementasikan sesuai dengan hakikat sains itu sendiri. Kurikulum sains-fisika tidak hanya mencakup alam semesta beserta isi dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalamnya, tetapi juga pemerolehan metode sains-fisika dan cara sains-fisika dimanfaatkan bagi kemaslahatan umat manusia; kerja ilmiah yang diberikan kepada siswa sejak duduk di bangku kelas 1 sampai kelas 12; dan menekankan pembelajaran inkuiri, kontekstual, dan pemecahan masalah.

Terkait dengan proses pembelajaran, kurikulum sains-fisika diarahkan kepada pembelajaran berbasis penyelidikan ilmiah; pembelajaran berpusat pada siswa; pembelajaran menggunakan sumber belajar kontekstual di sekitar lingkungan sekolah yang didesain oleh para guru sains; proses pembelajaran mengarah pembekalan kompetensi berdasarkan fakta-fakta yang menyertainya; pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual untuk mengembangkan kemampuan menganalisis dan menafsirkan data dan informasi serta menarik kesimpulan.

Penilaian kurikulum sains-fisika dilakukan secara komprehensif yang meliputi sikap, proses, produk, dan aplikasi. Penilaian autentik dan kontekstual, penilaian kinerja, dan penilaian terhadap pengetahuan tingkat tinggi dan pemecahan masalah juga digunakan. Di samping itu, juga digunakan penilaian terhadap literasi sains sebagaimana yang dilakukan oleh Program for International Student Assesment (PISA) dan Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS).

Bayu Dwi Nurwicaksono