Powered By Blogger

Kamis, 30 April 2009

Unesa Siapkan Mahasiswa Menulis Ilmiah dan Susun Proposal PKM


Kualitas suatu perguruan tinggi ditentukan dari seberapa banyak karya tulis yang dihasilkan dari perguruan tinggi tersebut. Itulah keputusan mentri pendididkan nasional (Mendiknas) yang memutuskan banyaknya karya tulis dosen dan mahsiswa sebagai ukuran kualitas perguruan tinggi. Keputusan tersebut juga terkait dengan era Badan Layanan Umum (BLU) dan Badan Hukum Pemerintah (BHP). Hal tersebutlah yang melatarbelakangi Universitas Negeri Surabaya (Unesa) khususnya Prof. Dr. I Nyoman Adika, M.Si. Pembantu Rektor III (PR III) gencar mengadakan pelatihan-pelatihan ilmiah. Salah satunya adalah pelatihan Progam Kreativitas mahasiswa (PKM).

PKM adalah ajang kreativitas mahasiswa yang diadakan oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (DP2M) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Departemen Pendidikan Nasional untuk membuka peluang mahasiswa dalam berkarya seluas para dosennya. PKM itu sendiri dibagi menjadi PKM Penerapan yang terdiri dari empat jenis, antara lain: PKM-Penelitian (PKM-P), PKM-Penerapan Teknologi (PKM-T), PKM-Kewirausahaan (PKM-K), PKM-Pengabdian kepada Masyarakat (PKM-M) dan PKM-Karya Tulis (PKM-KT) yang terdiri dari PKM-Artikel Ilmiah (PKM-AI) dan PKM-Gagasan Tertulis (PKM-GT) sesuai dengan sumber bahan penulisannya. Sesuai dengan sifat artikel yang dihasilkan, maka PKM-AI akan bermuara pada Jurnal Kreativitas Mahasiswa, sedangkan PKM-GT dan ke empat jenis PKM penerapan akan bermuara di Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS). Untuk mendapatkan tiket menuju PIMNAS, tidak tanggung-tanggung PR III mengadakan Diklat dan Workshop Penulisan Ilmiah(PKM-GT dan PKM-AI) di salah satu hotel Tanjung Plasa Tretes pada Jum’at-Minggu (5-7/3) yang diikuti 43 mahasiswa dan pelatihan PKM penerapan pada Rabu-Jumat (11-13/3) di Balai Latihan Pendidikan Teknik (BLPT) yang diikuti oleh 93 mahasiswa perwakilan dari masing-masing jurusan di Unesa. Selanjutnya mahasiswa yang mengikuti pelatihan ini berkewajiban membuat karya tulis, yang nantinya tugass ini akan dikontrol dari pihak fakultas. Pelatihan PKM inin dirintis mulai tahun 2007, “Sebenarnya pelatihan penyusunan proposal PKM ini bukanlah hal baru, karena sudah mulai dilakukan pada tahun 2007 lalu di hotel Inna Tretes”, ungkap orang yang akrab disapa pak Nyoman tersebut ketika diwawancarai reporter Humas (16/3) di ruang kerjanya. Pelatihan ini berdampak pada meningkatnya kualitas penulisan PKM mahasiswa sampai 25% dibanding dengan tahun sebelumnya yang belum mendapat pelatihan dan Unesa sudah memenuhi target nasional.

PIMNAS merupakan ajang yang sangat penting bagi perguruan tinggi di Indonesia, untuk dapat sampai kesana melewati proses yang begitu ketat. Mulai dari seleksi proposal, monitoring bagi proposal yang di danai, sampai seleksi menuju PIMNAS. Dikarenakan hal tersebut itulah, tidak puas melatih mahasiswanya Unesa juga melatih para dosennya sebagai pembimbing penalaran. Kemudian dibentuk tim pendamping universitas yang terdiri dari 7 orang dosen, masing-masing tersebar di tiap fakultas. Tim penalaran ini bertugas untuk mengontrol dan memotivasi mahasiswanya dalam mengikuti ajang-ajang ilmiah. Tim ini juga bertugas untuk memotivasi proposal PKM mahasiswa yang telah lolos didanai untuk segera dikerjakan.“Sehingga yang bertanggung jawab membantu mengangkat nama Unesa adalah seluruh civitas akademika”, pendapat pak Nyoman. Dengan diadakannya pelatihan ini, diharapkan peserta mampu membuat karya tulis PKMKT dan PKM penerapan.

Fithri Amaliyah

Unesa Bantu Mahasiswa Berwirausaha


Lulusan sarjana saat ini cukup banyak menciptakan pengangguran dari pada menciptakan lapangan pekerjaan. Padahal selama ini oleh masyarakat, sarjana diyakini sebagai orang yang mampu berpikir analitis dan mampu menciptakan perubahan di masyarakat, akan tetapi ternyata mereka belum mampu membantu dirinya sendiri. Seharusnya sarjana yang dikenal sebagai problem solving mampu menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat, bukan malah menambah angka pengangguran. Fenomena pengangguran sarjana terjadi karena tidak terlepas dari seberapa besar konstribusi perguruan tinggi pencetak lulusan sarjana yang umumnya lebih mempersiapkan lulusan perguruan tinggi menjadi pencari kerja (job seeker) daripada pencipta lapangan kerja (job creator). Melihat hal tersebut, Dr. Purwohandoko, M.M. Pembantu Dekan I Fakultas Ekonomi (FE) mengajukan proposal Progam Pengembangan Soft Skill Mahasiswa melalui Pembelajaran Kewirausahaan ke Ditjen Dikti. Tujuannya adalah untuk mengembangkan soft skill mahasiswa Unesa melalui pembelajaran kewirausahaan. Proposal tersebut disambut baik oleh Dikti dan di beri dana sebesar satu (1) Milyar. Kemudian dana tersebut akan dibagi pada masing-masing fakultas secara proporsional melalui pelaksanaan progam tersebut. Unesa adalah Universitas di Indonesia yang pertama kali mengadakan progam tersebut.

Menindaklanjuti progam tersebut, Sabtu (18/4) di ruang auditorium rektorat lantai III Unesa, rektorat mengundang 210 mahasiswa pada acara “Model Pengembangan Soft Skill melalui Pembelajaran Kewirausahaan dan Rintisan Pusat Pengembangan Kewirausahaan (Centre of Entrepreneurship) Dalam Rangka Meningkatkan Income Generating di Unesa” untuk pengarahan dan seleksi awal. Ke-210 mahasiswa Unesa tersebut adalah mahsiswa yang diajukan oleh Fakultas untuk mendapatkan modal dana untuk berwirausaha. Seleksi awal ini bertujuan untuk menggali sebrerapa jauh ke 210 mahasiswa tersebut memiliki jiwa entrepreneur. Seleksi kali ini dilakukan melalui 2 test yakni test pengukuran potensi kewirausahaan dan test kecenderungan cara berfikir, berjiwa entrepreneurkah atau tidak yang dilakukan dengan pengisian angket. ”Dari test ini dapat diketahui mahasiswa manakah yang proaktif dalam artian mahasiswa yang mempunyai jiwa entrepreneur”, jelas Dr. Purwohandoko, M.M selaku ketua pelaksana di akhir acara.

Setelah itu, pada tanggal 25 April di ruang auditorium rektorat lantai III Unesa dan 26 April di ruang kelas FE acara ini ditindak lanjuti dengan pelatihan kewirausahaan. Pelatihan kewirausahaan ini berisi 5 materi, antara lain : Emosional Intelegensi, potensi diri, kewirausahaan, pengelolahan usaha dan bisniss plan. Dari pelatihan ini, ke 210 mahasiswa tersebut akan ditugasi membuat Bisniss Plan yang diberi waktu selama seminggu,untuk kemudian dilakukan proses seleksi lanjutan oleh panitia, PD III dan dosen pendamping. ”Namun setelah mendapat pelatihan tersebut, mahasiswa dapat mengganti judul usaha yang akan dibuatnya dari usulan awal, atau membuat kelompok usaha baru, bahkan dapat mengajukan bisniss plan lebih dari satu” tambah dosen FE tersebut. Selanjutnya berdasarkan hasil seleksi awal dan seleksi akhir akan diambil mahasiswa sebanyak 14 dari FIP, 15 dari FBS, 11 dari FMIPA, 14 dari FT, 8 dari FIS dan 15 dari FE, total ada 88 mahasiswa. Mahasiswa yang lolos seleksi, masing-masing akan diberi modal usaha sebesar 8 juta, 60% untuk dana operasional dan 40% untuk dana pendampingan, monitoring dan diskusi. Modal tersebut harus dikembalikan untuk keberlanjutan usaha mahasiswa Unesa selanjutnya. Aplikasi dari progam tersebut mahasiswa-mahasiswa tersebut mengerjakan usahanya selama tiga (3) bulan dengan monitoring dan evaluasi selam 3 minggu sekali oleh fakultas. ”Jadi kelanjutan progam ini benar-benar dipantau”jelas dosen yang akrab dipanggil pak Pur iti dengan serius. Output yang diharapkan dari progam ini adalah Unesa sebagai rintisan pusat pengembangan kewirausahaan di fakultas masing-masing dan terjadi kesepakatan model pengembangan kewirausahaan di Unesa.

Fithri Amaliyah

FIS Buka Program Studi Ilmu Hukum (S-1)

Belum lengkap rasanya, jika sebuah Perguruan Tinggi Negeri yang besar belum memiliki ilmu hukum. Oleh karena itu tak pelak jika Universitas Negeri Surabaya sebagai Badan Layanan Umum (BLU) juga berbenah melalui berbagai pembangunan gedung-gedung baru dan perbaikan kualitas. Salah satunya dengan membuka jurusan dan program studi baru seperti Managemen Pendidikan yang diusung oleh Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) dan Ilmu Hukum oleh Fakultas Ilmu Sosial. Masing-masing memiliki jenjang strata satu (S-1).

Ide untuk membentuk program studi ilmu hukum ini, sebenarnya tidak terbilang baru. Gagasan ini dicetuskan oleh TIM dosen pengajar PMP-KN yang sebenarnya sudah lama ada sejak tahun 2005-2006. Hanya saja pengajuan proposal yang tak henti dilakukan sejak saat itu baru dapat direalisasikan pada tahun 2009, tepatnya hal ini berdasarkan Surat Keputusan DIKTI No.366/D/T/2009 pada tanggal 13 Pebruari 2009. Alasan dibukanya prgram studi Ilmu Hukum ini yaitu untuk memenuhi anemo masyarakat dan meningkatkan kualitas dosen. Tentu saja hal ini merupakan kabar menggembirakan yng perlu mendapat dukungan dari semua pihak.

Unesa pada umumnya dan PMP-KN khususnya kini tengah melancarkan berbagai cara untuk mempromosikan produk barunya ini. Untuk menarik anemo dan simpati masyarakat, sosialisasi tidak hanya dilakukan melalui pemasangan spanduk secara internal di kampus, dan penyebaran brosur secara luas kepada khalayak, tetapi juga melalui pendayagunaan ICT via web yang dapat diakses di www.unesa.ac.id. Sebagai wujud keseriusan dalam mengelola program studi baru ini, pihak Fakultas telah menyiapkan satu kelas baru sebagai tempat belajar. “Sengaja dibuka satu kelas saja mengingat masih terbatasnya ruang kelas dan perlunya dilakukan pengondisian jadwal perkuliahan,” ujar ketua jurusan PMP-KN Drs. I Made Suwanda, M.Si. Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa dengan dibukanya program studi Ilmu Hukum (S-1) ini, diharapkan Unesa tidak hanya mampu mencetak para lawyer semata, tetapi juga hal ini dimaksudkan sebagai konselor bagi masyarakat luas pada umumnya dan keluarga Unesa khususnya.

Wahyu Nurul Hidayati

Revitalisasi Keluarga Berencana, MoU Unesa dengan BKKBN Pusat

Salah satu syarat suatu Perguruan Tinggi yang berstatus Badan Layanan Umum (BLU) yaitu menggalang kerjasama sebanyak mungkin dengan berbagai instansi. Rabu (8/3), Unesa kembali melakukan MoU dengan BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional). Konsep MoU dikemas melalui kuliah umum oleh mantan Menkesra Prof. Dr. Haryono Suyono, M.A., Ph.D. yang dilaksanakan di ruang sidang FMIPA pukul 13.00 WIB. Beberapa orang kenamaan turut serta hadir dalam kuliah umum yang diusung oleh LPM (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat) Unesa, yaitu Prof. Supari Muslim selaku ketua LPM, Drs. H. Moh. Is selaku ketua BKKBN provinsi Jawa Timur, dan Prof. Nariyo dosen undangan dari Universitas Airlangga.


Acara yang bertemakan “Pemberdayaan Masyarakat untuk Menurunkan Kemiskinan di Indonesia (Peran Perguruan Tinggi sebagai Penggerak Pemberdayaan)” ini kali pertama dilaksanakan di Jawa Timur, dan merupakan kebanggaan tersendiri bagi Unesa karena acara ini perdana digelar di tingkat Perguruan Tinggi atau Universitas setelah sebelumnya telah berhasil menyentuh Universitas Negeri Semarang dan Universitas Negeri Yogyakarta. Sengaja memang dipilih Universitas Negeri eks IKIP dengan alasan bahwa diharapkan para mahasiswa supaya mampu secara aktif mensosialisasikan program ini. Sebagian besar mahasiswa yang mengikuti kuliah ini adalah mahasiswa nonkependidikan yang menempuh Kuliah Kerja Nyata (KKN).


Ditemui selesai acara, Prof Supari mengatakan bahwa sebenarnya kuliah ini masih bersifat sebagai kuliah pengantar. Lebih lanjut ditegaskan bahwa akan ada keberlanjutan dari acara ini mengingat antusiasme mahasiswa yang besar hingga banyak diantaranya yang tidak mendapatkan tempat duduk dan terpaksa mengikuti perkuliahan dari luar ruangan. Selain itu, acara yang dijadwalkan dapat berskala waktu lebih dari dua SKS itu harus puas dijalankan hanya satu jam saja meskipun telah didukung oleh setion tanya-jawab interaktif.


Hal menarik yang menjadi daya pemikat perkuliahan ini yaitu smart solution yang diberikan oleh Prof. Haryono. Misalnya saja upaya penanganan buta aksara dalam masyarakat feodal yang dapat dilakukan melalui KKN model Tematik yang dilakukan seara estafet dan berkala yaitu setiap tahun. Beberapa upaya untuk mencerdaskan bangsa lainnya juga dapat dilakukan melalui efektivasi dan pengarahan terhadap ibu-ibu rumah tangga untuk melakukan kegiatan yang positif pada malam hari, misalnya dengan pembentukan komunitas baca aktif. Hal ini dilakukan guna menekan angka pertumbuhan penduduk sebagai perwujudan dari revitalisasi keluarga berencana.


Wahyu Nurul Hidayati

Rabu, 22 April 2009

Geliat PLS Dalam Seminar Nasional Pekan Pendidikan

Sebagai salah satu jurusan di Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), Pendidikan Luar Sekolah (PLS) sedang berusaha menunjukkan eksistensinya. Setelah sekian lama tertidur pulas tanpa kegiatan besar, PLS kembali menunjukkan gaungnya. Dalam Pekan Pendidikan PLS (28/2), PLS mengadakan sebuah seminar nasional. Seminar nasional bertema “Home Schooling sebagai alternatif pendidikan anak bangsa?” menghadirkan tiga pembicara nasional yaitu, Dr. Seto Mulyadi, M.Psi.(ketua ASAH PENA Indonesia), Prof. Drs. Yatim Riyanto, M.Pd. (sekretaris tim sertifikasi nasional), dan Tun Kelana Jaya (Praktisi Pendidikan Jakarta). Acara yang merupakan serangkaian acara dalam one week with PLS go to education for all itu berlangsung meriah, 630 peserta dan undangan hadir memenuhi gedung Sawunggaling Unesa.
Home schooling (HS) yang merupakan sebuah sistem pendidikan memang sedang ramai dibicarakan. Hal ini tidak terlepas dari peran media massa baik elektronik maupun cetak yang mempopulerkan sistem pendidikan alternatif yang bertumpu dalam suasana keluarga. HS semakin menjadi perhatian dalam dua tahun terakhir ini antara lain sejak begitu banyaknya orang tua merasakan bahwa suasana pembelajaran di sekolah negeri maupun swasta kurang mengedepanan kepentingan terbaik bagi anak. Ini menyebabkan anak menjadi stres dan kehilangan kreativitasnya yang ilmiah. Karena hal itu maka muncullah sekolah alternatif yang menyenangkan dan mencerdaskan anak. Dari sekolah alternatif itu maka muncullah homeschooling.
Seto, panggilan akrab Dr. Seto Mulyadi, M.Psi. memaparkan dengan menarik bagaimana HS bisa menjadi sebuah alternatif pendidikan bagi anak bangsa. Dalam HS, tidak ada kelas seperti di sekolah formal karena siswa HS bisa belajar dimana saja. Di sekolah ini fungsi guru hanya sebagai pembimbing yang tugasnya mengarahkan minat anak-anak pada bidang yang disukainya. Secara umum, pria berkaca mata ini menjelaskan bahwa sekolah altenatif ini menjadikan anak didik sebagai subjek kurikulum bukan objek kurikulum.
Pembicara kedua, Tun kelana Jaya menjelaskan tentang Integrated Education System. Dalam pendidikan yang integral ini harus melakukan tiga unsur pelaksana yaitu keluarga, sekolah/kampus, dan masyarakat. Buruknya pendidikan anak di rumah memberi beban berat kepada sekolah atau kampus untuk menambah keruwetan persoalan dalam masyarakat. Sementara situasi masyarakat yang buruk membuat nilai-nilai yang mungkin sudah berhasil ditanamkan tengah keluarga dan sekolah/kampus menjadi kurang optimal. Apalagi bila pendidikan diterima di sekolah juga kurang bagus maka lengkaplah kehancuran dari tiga pilar pendidikan tersebut. Dalam pandangan sistem pendidikan islam, semua unsur pelaksana pendidikan harus memberikan pengaruh positif kepada anak didik sedemikian rupa sehingga arah dapai dicapai dan tujuan bisa didukung bersama-sama.
Pembicara terakhir, Prof. Drs. Yatim Riyanto, M.Pd. mengatakan home schooling sebagai pendididkan alternatif untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional sudah dilaksanakan sejak zaman dahulu. Agus Salim adalah contoh konkret orang tua yang melakukan homeschooling pada zaman dahulu. Selanjutnya pria yang juga merupakan ketua I komite PLS propinsi Jawa Timur ini menjelaskan bahwa banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam implementasi home schooling antara lain sarana dan prasarana pendukung pembelajaran homschooling, referensi buku-buku bacaan, media pembelajaran dalam homeschooling, keterbatasan waktu dan kompetensi orang tua (jika dalam HS merupakan satu-satunya tutor/pendidik). Selain itu arti HS bukan semata-mata orang tua mengajar anaknya, melainkan orang tua belajar bersama anak. Jadi tidak ada keharusan bahwa orang tua harus menguasai materi pelajaran. Yang juga patut diperhatikan HS menuntut tanggung jawab yang besar dari orang tua akan perkembangan anaknya. Ini adalah komitmen yang tidak mudah, apalagi bagi orang tua yang tinggal kota.
Yulianingsih, M.Pd., yang merupakan pendamping kemahasiswaan PLS mengatakan bahwa serangkaian kegiatan PLS ini bertujuan supaya jurusan PLS lebih dikenal terutama di Unesa sendiri. ”Pada umumnya dengan kegiatan ini saya berharap PLS dapat memberikan citra yang baik dan dapat dikenal oleh mahasiswa Unesa sendiri,” tukas perempuan berjilbab ini
Di tempat yang sama ketua jurusan PLS, Drs. I Ketut Atmaja J.A., M.Kes., juga menjelaskan bahwa seminar nasional ini juga merupakan sarana pembelajaran organisasai bagi mahasiswa PLS. Hal ini karena semua kegiatan dikoordinasi dan dilakukan oleh mahasiswa PLS itu sendiri. “Mulai dari menghadirkan pembicara sampai pelaksanaan kegiatan semua dilakukan sendiri oleh mahasiswa PLS. Sebenarnya banyak potensi mereka yang harus digali, misalnya ya ini kemampuan berorganisasi. Semoga dengan kegiatan ini PLS juga menjadi lebih dikenal,” harap pria murah senyum ini
Salah satu peserta seminar nasional, Devia dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten mengatakan bahwa seminar ini adalah seminar yang bagus selain pembicaranya adalah pembicara nasional materi yang diberikan pada peserta juga sangat berguna, terutama bagi mereka yang berkecimpung dalam dunia pendidikan. Gadis berkacamata ini juga menambahkan pelayanan panitia pada peserta dari luar Surabaya yang sangat bersahabat menambah nilai plus tersendiri baginya. ”Mulai dari awal tiba disini para panitia sudah menjamu saya dan teman-teman dengan baik sekali,” tukasnya.
Selain seminar nasional, beberapa agenda juga digelar PLS diantaranya PLS goes to school yang meliputi agenda sosialisasi jurusan PLS dan PPLS ke pelajar SMA, PLS presentation in the class, PLS Share and Care, dan PLS Short Therapy, PLS Kajur Cup 2009 yang menyelenggarakn Futsal SMA Se-Gerbang Kertasusila, dan PLS Short Camp dengan kemah sehari untuk pelajar SMA sebagai agendanya.
Alfanita Zuraida