Sebagai salah satu jurusan di Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), Pendidikan Luar Sekolah (PLS) sedang berusaha menunjukkan eksistensinya. Setelah sekian lama tertidur pulas tanpa kegiatan besar, PLS kembali menunjukkan gaungnya. Dalam Pekan Pendidikan PLS (28/2), PLS mengadakan sebuah seminar nasional. Seminar nasional bertema “Home Schooling sebagai alternatif pendidikan anak bangsa?” menghadirkan tiga pembicara nasional yaitu, Dr. Seto Mulyadi, M.Psi.(ketua ASAH PENA Indonesia), Prof. Drs. Yatim Riyanto, M.Pd. (sekretaris tim sertifikasi nasional), dan Tun Kelana Jaya (Praktisi Pendidikan Jakarta). Acara yang merupakan serangkaian acara dalam one week with PLS go to education for all itu berlangsung meriah, 630 peserta dan undangan hadir memenuhi gedung Sawunggaling Unesa.
Home schooling (HS) yang merupakan sebuah sistem pendidikan memang sedang ramai dibicarakan. Hal ini tidak terlepas dari peran media massa baik elektronik maupun cetak yang mempopulerkan sistem pendidikan alternatif yang bertumpu dalam suasana keluarga. HS semakin menjadi perhatian dalam dua tahun terakhir ini antara lain sejak begitu banyaknya orang tua merasakan bahwa suasana pembelajaran di sekolah negeri maupun swasta kurang mengedepanan kepentingan terbaik bagi anak. Ini menyebabkan anak menjadi stres dan kehilangan kreativitasnya yang ilmiah. Karena hal itu maka muncullah sekolah alternatif yang menyenangkan dan mencerdaskan anak. Dari sekolah alternatif itu maka muncullah homeschooling.
Seto, panggilan akrab Dr. Seto Mulyadi, M.Psi. memaparkan dengan menarik bagaimana HS bisa menjadi sebuah alternatif pendidikan bagi anak bangsa. Dalam HS, tidak ada kelas seperti di sekolah formal karena siswa HS bisa belajar dimana saja. Di sekolah ini fungsi guru hanya sebagai pembimbing yang tugasnya mengarahkan minat anak-anak pada bidang yang disukainya. Secara umum, pria berkaca mata ini menjelaskan bahwa sekolah altenatif ini menjadikan anak didik sebagai subjek kurikulum bukan objek kurikulum.
Pembicara kedua, Tun kelana Jaya menjelaskan tentang Integrated Education System. Dalam pendidikan yang integral ini harus melakukan tiga unsur pelaksana yaitu keluarga, sekolah/kampus, dan masyarakat. Buruknya pendidikan anak di rumah memberi beban berat kepada sekolah atau kampus untuk menambah keruwetan persoalan dalam masyarakat. Sementara situasi masyarakat yang buruk membuat nilai-nilai yang mungkin sudah berhasil ditanamkan tengah keluarga dan sekolah/kampus menjadi kurang optimal. Apalagi bila pendidikan diterima di sekolah juga kurang bagus maka lengkaplah kehancuran dari tiga pilar pendidikan tersebut. Dalam pandangan sistem pendidikan islam, semua unsur pelaksana pendidikan harus memberikan pengaruh positif kepada anak didik sedemikian rupa sehingga arah dapai dicapai dan tujuan bisa didukung bersama-sama.
Pembicara terakhir, Prof. Drs. Yatim Riyanto, M.Pd. mengatakan home schooling sebagai pendididkan alternatif untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional sudah dilaksanakan sejak zaman dahulu. Agus Salim adalah contoh konkret orang tua yang melakukan homeschooling pada zaman dahulu. Selanjutnya pria yang juga merupakan ketua I komite PLS propinsi Jawa Timur ini menjelaskan bahwa banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam implementasi home schooling antara lain sarana dan prasarana pendukung pembelajaran homschooling, referensi buku-buku bacaan, media pembelajaran dalam homeschooling, keterbatasan waktu dan kompetensi orang tua (jika dalam HS merupakan satu-satunya tutor/pendidik). Selain itu arti HS bukan semata-mata orang tua mengajar anaknya, melainkan orang tua belajar bersama anak. Jadi tidak ada keharusan bahwa orang tua harus menguasai materi pelajaran. Yang juga patut diperhatikan HS menuntut tanggung jawab yang besar dari orang tua akan perkembangan anaknya. Ini adalah komitmen yang tidak mudah, apalagi bagi orang tua yang tinggal kota.
Yulianingsih, M.Pd., yang merupakan pendamping kemahasiswaan PLS mengatakan bahwa serangkaian kegiatan PLS ini bertujuan supaya jurusan PLS lebih dikenal terutama di Unesa sendiri. ”Pada umumnya dengan kegiatan ini saya berharap PLS dapat memberikan citra yang baik dan dapat dikenal oleh mahasiswa Unesa sendiri,” tukas perempuan berjilbab ini
Di tempat yang sama ketua jurusan PLS, Drs. I Ketut Atmaja J.A., M.Kes., juga menjelaskan bahwa seminar nasional ini juga merupakan sarana pembelajaran organisasai bagi mahasiswa PLS. Hal ini karena semua kegiatan dikoordinasi dan dilakukan oleh mahasiswa PLS itu sendiri. “Mulai dari menghadirkan pembicara sampai pelaksanaan kegiatan semua dilakukan sendiri oleh mahasiswa PLS. Sebenarnya banyak potensi mereka yang harus digali, misalnya ya ini kemampuan berorganisasi. Semoga dengan kegiatan ini PLS juga menjadi lebih dikenal,” harap pria murah senyum ini
Salah satu peserta seminar nasional, Devia dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten mengatakan bahwa seminar ini adalah seminar yang bagus selain pembicaranya adalah pembicara nasional materi yang diberikan pada peserta juga sangat berguna, terutama bagi mereka yang berkecimpung dalam dunia pendidikan. Gadis berkacamata ini juga menambahkan pelayanan panitia pada peserta dari luar Surabaya yang sangat bersahabat menambah nilai plus tersendiri baginya. ”Mulai dari awal tiba disini para panitia sudah menjamu saya dan teman-teman dengan baik sekali,” tukasnya.
Selain seminar nasional, beberapa agenda juga digelar PLS diantaranya PLS goes to school yang meliputi agenda sosialisasi jurusan PLS dan PPLS ke pelajar SMA, PLS presentation in the class, PLS Share and Care, dan PLS Short Therapy, PLS Kajur Cup 2009 yang menyelenggarakn Futsal SMA Se-Gerbang Kertasusila, dan PLS Short Camp dengan kemah sehari untuk pelajar SMA sebagai agendanya.
Alfanita Zuraida